Suwandi

@suwandi

Active 9 years, 1 month ago
Pinggir Jalan (3) Suatu masa kampong Wong Ceng Ung melakukan seleksi kaum urban untuk menjadi warga tetap. Kampung WCU memerlukan “rebuan” warga untuk mengerjakan proyek besar, proyek yang diperhitungkan akan membuat kampong akan tersohor ke mancanegara. Segala jalur dilakukan demi memenuhi kuota : jalur cepat, jalur lambat, jalur campuran, jal […] View
  • Suwandi posted an update 9 years, 1 month ago

    Negeri Seperempat Waras (3)
    Negeriku Antah Berantah,
    Di tengah hiruk pikuk sekitar gedung bertusuk sate, duduklah seorang anak di dahan pohon sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang menjuntai. Wajahnya muram dan terkesan gelisah, tidak seceria teman-teman sepermainannya. Keadaan itu ternyata menjadi perhatian seorang bapak yang bijak. Sang bijak mendekati si anak dan mengajaknya turun, karena khawatir jatuh. Anak itu disentuhnya dan seketika seperti mendapat magnet kasih sayang dari sang bijak. Si anak menatap sang bijak penuh harap, berharap sang bijak mau mendengarkan keluh-kesahnya. Naluri sang bijak menangkap harap anak itu, anak itu dielusnya dan dibawanya ke bawah sebuah pohon rindang. Anak itu diajaknya berbicara, dan sang anak berkata “ Wahai tuan yang bijak, perkenankanlah kiranya saya bertanya dan melimpah ruahkan kegundahan saya kepada tuan”. Sang bijak dengan lembut menjawab “ Silahkan anakku, sekira aku mampu aku akan menjawabnya segera. Jikalau ilmu tidak cukup menjawabnya aku akan mencari tahu jawabannya, kemudian baru aku menyampaikannya”.
    Anak : begini tuan, aku kesal sama bapakku.
    Sang bijak : kenapa begitu anakku? Bukankah kamu diajarkan untuk berbuat baik kepada orangtuamu.
    Anak : iya tuan aku tahu, justru karena itu aku kesal dan gundah. Bapakku sepertinya akan melanggar janji-janjinya. Ia pernah berjanji pensiun sesuai waktunya dan akan lebih fokus menata keluarga dan kembali ke kampong. Tetapi kok dia masih kasak-kusuk ingin tetap ada di kota tuan.
    Anak : bebarapa waktu yang lalu dia masih juga bilang ikut berbicara di negeri bensin, lalu jalan-jalan ke negeri solar. Kan seharusnya dia pergi ke tempat yang bernilai ibadah baru berbicara di negeri bensin, tuan. Aku sedih tuan, bapakku terkesan senang main akal-akalan.
    Anak : yang bikin aku lebih kesal tuan. Masa demi mentraktir teman-temannya uang jajan kami dikurangi, malahan uang untuk perawatan tubuh kami anak-anaknya dipotong juga tuan.
    Anak : Tuan, aku kan anak kembar. Masa aku dan kakakku dibedakan tuan. Kami diberi tugas yang sama tapi penghargaannya berbeda, aku dikasih 6 ribu kakakku dikasih 30 ribu. Aku merasa diperlakukan tidak adil tuan.
    Anak : tuan, bisakah tuan menolong kami dan bapakku. Tolong nasehati dia tuan agar segera sadar dan kembali ke jalan yang terang benderang. Aku takut tuan suatu saat nanti dia tidak lagi dihormati orang-orang tuan karena ia tidak menepati janji-janjinya.
    Sang bijak : baiklah anakku, semoga aku bisa memenuhi permintaanmu. Mari kita doakan agar makhluk-makhluk halus di sekitar tubuh bapakmu segera pergi menjauh, sehingga hati dan pikiran bapakmu segera pulih menjadi putih bersih.